Selasa, 26 Juni 2012

DEMOKRASI


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Sehingga demokrasi dapat diartikan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Pemerintahan yang kewenangannya pada rakyat. Semua anggota masyarakat (yang memenuhi syarat ) diikutsertakan dalam kehidupan kenegaraan dalam aktivitas pemilu. Pelaksanaan dari demokrasi ini telah dilakukan dari dahulu di berbagai daerah di Indonesia hingga Indonesia merdeka sampai saat ini. Demokrasi di negara Indonesia bersumberkan dari Pancasila dan UUD ’45 sehingga  disebut dengan demokrasi pancasila. Demokrasi Pancasila berintikan musyawarah untuk mencapai mufakat, dengan berpangkal tolak pada faham kekeluargaan dan kegotongroyongan.
Saat kita berusaha mencapai kehidupan demokrasi yang sesuai dengan demokrasi pancasila, kita akan langsung mengarahkan pikiran kita pada suatu bentuk program pendidikan yang memang dipersiapkan untuk melahirkan pemimpin-pemimpin generasi baru yang sangat menjunjung keadilan sosial dan demokrasi dalam membangun tatanan sosialnya yang baru. Salah satu faktor penting mewujudkan demokrasi itu sendiri adalah penerapan pendidikan demokrasi di kehidupan bermasyarakat, khususnya mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa yang pada kenyataannya saat ini mahasiswa masih belum memiliki kesadaran kritis dalam memandang isu seputar keadilan sosial dan demokrasi dalam dunia pendidikan.  Apalagi, era globalisasi yang menghadirkan banyak tantangan krusial dan perubahan global seiring dengan akselerasi keluar-masuknya berbagai kultur dan peradaban baru dari berbagai bangsa di dunia. Ranah demokrasi jelas akan ikut menjadi penentu citra, kredibiltias, dan akseptabilitas bangsa kita sebagai salah satu komunitas masyarakat dunia.
Saat ini di Indonesia demokrasi itu disalah artikan oleh mahasiswa, Tak  jarang kita jumpai pada media masa yang meliput aksi anarki yang meng-atasnamakan demokrasi. Dalam melakukan demokrasi hanya diajarkan satu kaki, yaitu kebebasan dan mengabaikan kaki yang lain, yaitu pengakuan atau penghargaan. Akibatnya, tak jarang demonstrasi untuk menyalurkan aspirasi dilakukan oleh mahasiwa dengan anarkis. Di lokasi demonstrasi, mereka membakar ban bekas, motor dan mobil. Kadang kala aksi tersebut disertai pemblokiran jalan dan perusakan beberapa fasilitas umum. Apakah hal ini telah sesuai dengan arti demokrasi? Oleh karena itu pada makalah ini disampaikan pentingnya Pendidikan Demokrasi untuk terciptanya demokrasi yang sesungguhnya.
1.2  Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan  makalah  ini antara lain :
1.      Mahasiswa mengerti apa yang dimaksud dengan demokrasi dan prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya serta meningkatkan pemahaman mengenai pendidikan Demokrasi.
2.      Mahasiswa dapat mengerti apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi.
3.      Mahasiswa dapat merefleksikan apa yang telah  terjadi pada demokratisasi Bangsa Indonesia, dan ikut ambil bagian guna mewujudkan kesejahteraan berdaulat.
4.      Sebagai generasi penerus, Mahasiswa dapat memahami pentingnya Pendidikan Demokrasi dan  mahasiswa mengerti tentang makna demokrasi.
1.3  Kegunaan
a.      Teoritis
Memperoleh wawasan yang lebih luas mengenai makna demokrasi
b.      Praktis
Pelaksanaan demokrasi yang
1.4 Metode Penelitian
                        Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu metode studi literatur.







BAB II
RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah :
1.      Apakah yang dimaksud dengan demokrasi dan  pendidikan demokrasi?
2.      Apalah nilai-nilai yang terkadung dalam demokrasi dan bagaimana penerapannya dalam berbagai aspek kehidupan?
3.      Bagaimana peran mahasiswa dalam demokrasi di Indonesia?
4.      Apa manfaat pendidikan demokrasi bagi mahasiswa?















BAB III
PEMBAHASAN

A.    Definisi  Demokrasi dan  Pendidikan Demokrasi
1.      Definisi Demokrasi
Demokrasi dikenal dalam pengertian universal,. Konseptual dan kontekstual. Demokrasi pengertian etimologis mengandung makna pengertian universal. Menurut etimologi/bahasa, demokrasi berasal dari bahasa yunani yaitu dari demos = rakyat dan cratos atau cratein = pemerintahan atau kekuasaan. Demokrasi berarti pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat. Oleh karena itu dalam sistem demokrasi rakyat mendapat kedudukan penting didasarkan adanya rakyat memegang kedaulatan.
Demokrasi adalah  ’pemerintahan  rakjat’. Tjara pemerintahan  ini memberi hak kepada semua rakjat untuk ikut memerintah. Tjara pemerintahan ini sekarang menjadi tjita-tjita semua  partai  nasionalis  Indonesia.  Tetapi  dalam mentjita-tjitakan  faham  dan  tjara-pemerintahan demokrasi itu, kaum Marhaen toch harus berhati-hati. Artinya: djangan meniru sahaja demokrasi-demokrasi’ yang kini dipraktekkan di dunia luaran...." - Ir Soekarno
Menurut Abraham Lincoln  (Presiden AS ke-16), demokrasi adalah pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat (Democracy is government of the people, by the people and for the people). Azas-azas pokok demokrasi dalam suatu pemerintahan demokratis adalah:
·         Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya melalui pemilihan wakil-wakil rakyat untuk parlemen secara bebas dan rahasia; dan
·         Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak azasi manusia.
2.      Pendidikan  Demokrasi
 Pendidikan dinilai banyak pakar demokrasi merupakan media paling tepat untuk mentransformasikan nilai-nilai demokrasi. Menengok pengalaman beberapa negara Barat yang telah maju dalam berdemokrasi, kepedulian terhadap masa depan demokrasi mereka diwujudkan melalui program pengintegrasian pendidikan demokrasi ke dalam pelajaran pendidikan kewargaan (civic education) dalam pendidikan formal di sekolah dan perguruan tinggi. 
Perilaku dan kultur demokrasi menunjuk pada nilai-nilai demokrasi di masyarakat. Masyarakat yang demokratis adalah masyarakat yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi. Menurut Henry B. Mayo nilai-nilai demokrasi meliputi damai, sejahtera, adil, jujur, menghargai perbedaan, menghormati kebebasan. Membangun kultur demokrasi berarti tindakan mensosialisasikan, mengenalkan dan menegakkan nilai demokrasi pada masyarakat. Membangun kultur demokrasi lebih sulit dari membangun struktur demokrasi. Tidak tegaknya kultur demokrasi menyebabkan masyarakat sulit diatur, terjadi kekerasan, terror, brutal, masyarakat tidak aman. Contohnya: Sampai sekarang masih ada usaha RMS yang ditandai dengan ulang tahun RMS, Gerakan Papua Merdeka yang ditandai dengan ulang tahun setiap tahun. Perang antar suku yang bermotifkan SARA. Indonesia sudah ada institusi demokrasi, masyarakat belum menikmati demokrasi, baik dikalangan pemerintahan, jasa usaha. Dari segi pemerintahan masyarakat banyak merasa tertindas. Pada jasa usaha terjadi penindasan terhadap pekerja. Nampaknya demokrasi masih merupakan usaha, dan masih terbatas pada kaum elit.
Di satu sisi, kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum yang dilindungi UU itu sangat baik, namun dalam realitanya , tidak sedikit yang masih melakukan secara tradisional, yakni dengan pengerahan massa, turun ke jalan secara besar-besaran, melakukan pengrusakan dan sebagainya.
Padahal semua itu masih bisa diatasi, seandainya para aktivis, politisi bisa mengajarkan cara berdemokrasi yang baik kepada rakyat. Seperti penyampaian aspirasi secara perwakilan, berdialog dan sebagainya, tidak melakukan pengruakan, apalagi sampai menghilangkan hak hidup orang lain. Untuk mencapai ke arah itu, tentulah tidak mudah. Semua elemen masyarakat harus bersatu padu, mulai dari tingkat terendah, seperti dalam rumah tangga, sekolah, kampus dan lingkungan bermasyarakat. Demokrasi di tingkat masyarakat bisa dimulai dengan pemilihan Ketua RT, RW. Di sekolah dimulai dengan pemilihan ketua kelas, OSIS. Demikian juga halnya dengan pemilihan kepala daerah, pemekaran wilayah dan sebagainya.
Selain dituntut kemampuan para aktivis, tokoh masyarakat pendidik dan sebagainya dalam memberikan pendidikan demokrasi yang baik, masyarakat pun seharusnya tidak mudah dibujuk rayu dan dikerahkan hanya dengan imbalan ala kadarnya. Sebab, belum tentu hasil dari pengerahan massa yang mengataskan demokrasi itu juga dinikmati para pengunjuk rasa secara umum.
Ada 3 hal pengetahuan dan kesadaran demokrasi :
1.      Demokrasi adalah pola kehidupan menjamin hak warganegara
2.      Demokrasi merupakan the long learning process
3.      Kelangsungan demokrasi tergantung kepada proses pendidikan demokrasi pada   masyarakat secara luas
           Pendidikan demokrasi ini dapat diterapkan pola pemasyarakatkan moral pancasila yang berlaku seluruh lapisan masyarakat, mulai dari SD hingga Perguruan Tinggi, pegawai rendah hingga Presiden, petani, pedagang, hingga pengusaha.
B.     Nilai-Nilai Demokrasi
Soekarno mempunyai pandangan sendiri mengenai demokrasi. Demokrasi khas Eropa dinilai  tak  sesuai  dengan  demokrasi  kaum  Marhaen  di  Indonesia.  Ia  menulis,  "demokrasi"  yang  begitu hanyalah demokrasi parlemen saja, hanya demokrasi politik saja, sementara demokrasi ekonomi tak ada. Soekarno menulis: demokrasi politik saja belum menyelamatkan rakyat.
Kaum nasionalisme Indonesia tak boleh mengeramatkan "demokrasi" seperti itu. Nasionalisme kita haruslah  nasionalisme  yang  tidak mencari  gebyarnya  atau  kilaunya  negeri  keluar  saja,  tetapi  ia harus mencari selamatnya semua manusia. Selamatnya  rakyat  menjadi  titik  sentral  dari  pandangan  Soekarno.  Pandangannya  soal nasionalisme  sebuah  bangsa  selalu  dikaitkan  dengan  pandangannya  soal  humanisme.  Ia menyebut, nasionalisme kita haruslah nasionalisme yang mencari selamatnya perikemanusiaan. Nilai-nilai demokrasi itu dapat digali dalam makna demok-rasi itu sendiri yang telah dijabarkan dalam UUD dan kehidupan bernegara. Paling tidak nilai-nilai demokrasi itu mencakup:
1. Masalah kedaulatan
2.
Makna negara berbentuk republik
3.
Negara berdasar atas hukum
4.
Pemerintahan yang konstitusionil
5. Sistem perwakilan
6.
Prinsip musyawarah
7.
Prinsip ketuhanan
Secara umum nilai-nilai demokrasi adalah sebagai berikut:
1.      Keterbukaan
2.      Toleransi
3.      Menghormati perbedaan
4.      Pemikiran kritis
  1. Peran Mahasiswa dalam Demokrasi di Indonesia
Pada saat transisi demokrasi yang disertai kemandulan lembaga-lembaga politik yang ada, masyarakat membutuhkan reartikulator aspirasi dan kepentingan masyarakat. Harapan masyarakat biasanya tertumpu pada lembaga akademis (kampus) yang masih dianggap steril dan obyektif dalam memandang masalah. Harapan masyarakat ini bisa dijawab oleh mahasiswa yang mampu memainkan peran reartikulator aspirasi ini secara optimal ketika gerakannya terorganisir  secara rapi dan masif.
Mahasiswa merupakan bagian integral dari perguruan tinggi yang dikenal sebagai simbol intelektualitas, maka pengabdian kepada masyarakat sesuai kompetensi intelektualnya merupakan tanggungjawabnya secara moral dan secara intelektual. Gerakan mahasiswa juga pada hakikatnya adalah gerakan intelektual karena intelektualitas merupakan ciri khas yang inheren dalam diri mahasiswa sebagai kelas menengah terdidik. Oleh karena itu pergerakan mahasiswa dituntut untuk mampu menunjukkan kadar intelektualnya. Gerakan mahasiswa harus menjadi gerakan  ilmiah yang dibangun diatas basis rasionalitas yang tangguh. Gerakan mahasiswa bukanlah gerakan emosional yang dibangun diatas romantisme sejarah masa lalu sekaligus sarana penyaluran agresi gejolak muda.
Sejak gerakan Reformasi tahun 1998, tepatnya 20 mei 1998 yang menyebabkan jatuhnya kekusaan orang nomer satu di tanah air yakni Soeharto. Dari sanalah gerakan mahasiswa berperan penting dalam membuka wacana dan tindakan protes terhadap berlansungnya kekuasaan nergeri yang korup di negeri ini. Hingga kini perjuangan mahasiswa masih berperan aktif dalam pengawasi dan memantau perjalanan negeri ini yang di jalankan oleh pemerintah yang kiranya sesuai dengan keinginan dan kemauan hati nurani rakyat Indonesia.
Mahasiswa yang seharusnya sebagai tim penggerak perubahan khususnya dalam hal yang  positif untuk kemajuan di Indonesia ini karena mahasiswa dapat "merubah dunia" dengan ilmunya. Tetapi kebanyakan mahasiswa hanya berkutat dengan dunianya saja tanpa mengabdi pada Tri Dharma Perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Sehingga mahasiswa yang sudah lulus tidak dapat mengabdi seutuhnya kepada lingkungan masyarakat bahkan negaranya tetapi menjadi sampah masyarakat.
      Ketiga pilar demokrasi tersebut seharusnya tidak hanya mengerti tetapi dapat pula mengamalkan arti demokrasi dan harus saling bekerja sama sehingga setidaknya masalah kehidupan rakyat Indonesia sedikit teratasi secara lebih baik, contohnya pengangguran, kemiskinan, kelaparan, dan lain-lain. Jadi bila sudah terjalinnya kerjasama diantara ketiga pilar demokrasi tersebut kesejahteraanpun akan semakin mudah tercapai dan masalah kehidupan rakyatpun akan sedikit berkurang.
Melihat kondisi  mahasiswa yang dulunya berperan penting dalam pergerakan reformasi. Kita dapat melihat dua hal yang menjadi kelemahan Mahasiswa. Pertama aksi reformasi mahasiswa yang turun kejalan ialah bentuk dari reakreasi politik atau trend demokrasi atas ketidak puasaan pemerintah kepada rakyatnya, dan tidak jarang sikap anarkis seolah-olah merupakan bentuk dari komunikasi demontrasi yang Gagal. Kedua, mahasiswa terpisah dari potensi kekuatan rakyat, dan inilah yang merupakan yang paling pokok yang di lupakan oleh mahasiswa. Demonstrasi atas nama rakyat tetapi aset publik milik rakyat dihancurkan juga. Bahkan terkadang demonstrasi merugikan dan menimbulkan keresahan rakyat. Perilaku responsif tak kalah beringasnya. Dalam tontonan publik, kita saksikan polisi mengejar, memukul dan menginjak-injak kaum demonstran. Ada banyak kasus yang menggambarkan tentang penyalahartian demokrasi tersebut.
Pada kasus Kendari, sepasukan polisi kemudian menyerang kampus untuk atas nama solidaritas karena dibakar isu ada oknum polisi yang disandera di kampus. Aparat kita ternyata amat rentan dan kreatif konvesional terhadap isu. Terbukti mereka lalu mengobrak-abrik kampus dan membakar kendaraan, persis sama dengan perilaku demonstran. Padahal mereka penegak hukum, mengerti hukum dan tentu harus sadar hukum. Kalau gerakan mereka dikendalikan komando, dapat dibayangkan bagaimana rapuh dan bahayanya standar operasi kepolisian kita. Institusi publik diserang layaknya sebuah perang. Namun bila mereka bergerak secara spontan, itu artinya lepas kendalinya komando, sama artinya dengan pasukan liar. Hal itu sekaligus mengindikasikan rendahnya disiplin kesatuan dan lemahnya doktrin komando yang ada. Hal ini sangat berbahaya bagi keamanan, ketertiban dan keselamatan masyarakat yang justru merupakan mandatory negara kepada institusi polisi untuk menjaminnya.
      Tujuan dari demokrasi yaitu agar terciptanya kesejahteraan di Indonesia dan adanya transparansi antara rakyat dengan pemerintah yang sesuai dengan arti demokrasi itu sendiri yaitu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Tetapi mengapa pada awalnya saja yang transparan diantaranya keduanya, khususnya pada saat pemilu yang mengharuskan rakyat untuk LUBER (langsung, umum, bebas, dan rahasia) tetapi berakhir dengan ketertutupan dipihak pemerintahnya yang mengatasnamakan kepentingan rakyat tetapi hanya untuk kepentingan pribadinya dengan cara penyelewengan dana, korupsi, dan lain-lain yang akhirnya berdampak langsung pada kehidupan rakyat Indonesia yang semakin terpuruk.
Dari contoh-contoh di atas dapat kita lihat begitu banyak kasus bentrokan antara mahasiswa dengan aparat yang bermula dari bentuk demokrasi yang dilakukan oleh mahasiswa. Apalagi kekerasan sudah menjadi tradisi bagi kalangan mahasiswa. Hal ini membuktikan bahwa belum dewasanya sikap dan pemikiran mereka dalam menyelesaikan suatu masalah. Sebenarnya semua itu masih bisa diminimalisir dengan beberapa cara, salah satunya dengan komunikasi antara masyarakat khususnya mahasiswa dengan pemerintah. Wujudnya bisa dalam bentuk pertemuan atau diskusi publik, diskusi kebijakan pemerintah, diskusi interaktif, penyaluran aspirasi, dan lain-lain. Komunikasi pada tahap dini terbukti menjadi solusi alternatif untuk pencegahan konflik yang sangat efektif. Banyak bukti menunjukkan bahwa ruang komunikasi terbuka akan menjadi kanalisasi dari buntunya aliran aspirasi yang sering berubah menjadi anarkis.
  1. Pentingnya Pendidikan Demokrasi bagi Mahasiswa
Pendidikan Demokrasi dibutuhkan bagi para mahasiswa agar mahasiswa dapat menjadi individu yang mandiri (sebagai ciri kedewasaan), dan diharapkan mereka akan menjadi politisi mandiri kelak ketika terjundi arena politik. Ciri ketidakmandirian, misalnya, dapat kita amati dari keterlibatan seseorang dalam partai politik. pada umumnya seseorang bergabung dengan parati politik karena partai tersebut dianggap memiliki konstituen banyak dan diprediksi potensial memenangkan kontestasi, meskipun mayoritas pemimpin partai politik tersebut tidak memiliki pemahaman dan agenda yang jelas tentang kepentingan uumum dan kesejahteraan
Di lingkungan mahasiswa, sebenarnya kita sudah mulai belajar berpolitik, yang biasa kita terapkan pada Badan eksekutif mahasiswa (BEM),dengan modal yang kita terapkan pada eksekutif itu kita dapat belajar berpolitik dan berdemokrasi.
Didalam makalah ini kami akan mencoba menjelaskan unsur-unsur mengapa mahasiswa perlu memperoleh pendidikan demokrasi :
1.      Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat
Peran serta masyarakat dalam kehidupan demokrasi merupakan persyaratan dalam menciptakan pemikiran positif serta proses penetapan kebijakan publik. Demokrasi dalam dunia pendidikan memberikan konsekuensi terhadap penerapan asasn desentralisasi, efesiensi pengelolaan, relevansi pendidikan, peningkatan mutu, serta pembiayaan yang harus ditanggung. Partisipasi masyarakat dalam pendidikan akan terlihat dari seberapa besar prosentase keikutsertaan masyarakat dalam batasan umur peserta didik setiap jenjang program, disamping itu, peran masyarakat pun dapat ditujukan pada sikap keperdulian terhadap upaya memberikan kontribusi bagi pengembangan pendidikan, baik dari segi kuantitas, fisik, maupun kualitas pendidikan.
2.      Rendahnya inisiatif kebijakan yang demokratis
Berlakunya pendidikan  secara inheren akan memberikan implikasi terhadap kemampuan masyarakat dalam proses perencanaan, dan pengawasan pelaksanaan pendidikan. Strategi penerapan demokrasi pendidikan membutuhkan komitmen pengambilan kebijakan yang mengarah pada konsekuensi kondisi demokratis. Dalam dunia pendidikan, alam demokratis lebih ditujukan pada nuansa kebebasan mimbar akademik, di mana seluruh komponen pendidikan memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat serta berpikir kritis terhadap pengembangan daya nalar.
Demokrasi tentu saja dapat mambentuk karakter komponen masyarakat yang mampu menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan dan perbedaan dalam keberagaman masyarakat. Oleh karena itu, inisiatif kebijakan yang demokratis dapat mencakup: kebijakan desentralisasi, konsekuensi kebutuhan SDM yang memadai, fasilitas penunjang pembelajaran yang cukup, serta mengarah pada aspek keberagaman potensi individual manusia.

3.      Tantangan kehidupan global
Derasnya era globalisasi yang memberikan proses percepatan pembaruan sistem pendidikan, telah banyak menciptakan suatu tantangan sekaligus pula peluang dalam persaingan global. Penerapan demokrasi dalam sistem pendidikan nasional perlu memperhatikan aspek perkembangan dunia internasional, baik dalam proses pelaksanaan pendidikannya, maupun kualitas lulusan yang lebih universal. Pendidikan  demokrasi memberlakukan nilai kehidupan mahasiswa  yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam sistem  berpolitik di dalam badan eksekutif mahasiswa. Kesadaran demokrasi banyak tercipta akibat adanya keberagaman kondisi mahasiswa , sehingga segala bentuk kebijakan politis senantiasa bersandar pada pendapat mayoritas mahasiswa. Unsur utama dari demokrasi adalah:
a.       Adanya persamaan hak dan kewajiban seseorang dalam sistem eksekutif mahasiswa
b.      Adanya partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat
c.       Berlakunya prinsip transparansi dan akuntabilitas publik
d.      Kedaulatan negara berada di tangan rakyat.
Berkaitan dengan hal tersebut pendidikan politik dan pendidikan demokrasi sejak dini adalah sebuah gagasan yang logis. Belajar politik dan berdemokrasi bisa dimulai sejak dini. Pendidikan tersebut dapat berupa pendidikan formal dan pendidikan non formal. Pendidikan nonformal adalah pembelajaran hidup sejak dini di lingkungan keluarga.
Topik umum yang dapat dilakukan adalah mulai dari belajar melihat dan membentuk rukun tetangga, membangun kelurahan dan kecamatan, membentuk kota, mengembangkan provinsi, membangun negara, hingga merundingkan sistem antar negara di dunia, dapat mengisi ruang-ruang kualitas politik di negeri ini. Pembelajaran ilmu-ilmu dasar seperti aritmatika, logika, ekologi, akuntansi, ekonomi koperasi, moneter, sosiologi, kesejarahan, hingga beragam pengetahuan dasar lainnya dapat diberikan dalam bentuk ruang-ruang dimensi sosial kehidupan.
Dengan pendidikan politik dan demokrasi sejak dini maka akan terbentuk pemahaman yang dinamis dalam mengantisipasi perubahan jaman yang semakin kompleks ini. Dengan kualitas manusia Indonesia yang cerdas seutuhnya diharapkan dapat mengkikis pola kehidupan berdemokrasi dan berpolitik yang buruk di masa depan.

BAB IV
PENUTUP

4.1     Kesimpulan
Bersandar pada pendekatan di atas, pengembangan pendidikan demokrasi perlu di tingkatkan khususnya bagi mahasiswa yang merupakan bagian integral dari perguruan tinggi yang dikenal sebagai simbol intelektualitas oleh praktisi pendidikan akan nasib dan masa depan demokrasi di negeri ini. Pendidikan demokrasi bukan hanya mengedepankan kebebasan dan kebebasan tetapi juga harus melihat sisi lain dari demokrasi tersebut, yaitu adanya penghargaan dengan disertai tanggung jawab. Oleh karena itu pentingnya pemahaman mengenai arti demokrasi yang sesungguhnya menuntut kita agar lebih menekankan lagi pentingnya pendidikan demokrasi untuk mewujudkan kesejahteraan dalam berbagai aspek kehidupan.













DAFTAR PUSTAKA
diakses pada tanggal 3 april 2010
diakses pada tanggal 5 april 2010
diakses pada tanggal 3 april 2010
Rina Hermawati, Nasionalisme Versi Aktivis Mahasiswa Bandung. Bandung: Universitas Komputer Indonesia.
Budiman Tanuredjo, Melongok Demokrasi Indonesia. Jakarta : Kompas, 16 Agustus 2007.
Irwan Prayitno, Perkembangan Demokrasi di Indonesia. Yogyakarta : Kompas, 6 Juni 2008